Senin, 16 Januari 2012

Bukan beruntung namun hanya percaya

Suatu hari di desa kecil dipinggir kota hidup seorang anak cacat yang tidak memiliki kaki serta tangan yang tak sempurna. Namun begitu bukan berarti iya memiliki hati dan mimpi yang cacat juga. Sebut saja dengan nama Kalil, kalil yang saat ini berumur 10 tahun tidak bisa hidup layaknya anak biasa lainnya. Ketika semua temannya mengecap bangku pendidikan ia hanya dapat duduk diam di rumah membantu pekerjaan orang tuanya yang bekerja sebagai agen koran kecil serta guru ngaji di daerahnya.
                Hari-hari yang selalu ia lewati sebenarnya tidak pernah hampa seperti kebanyakan yang dipikirka oleh orang-orang sekelilingnya. Mengapa? Karena ia mendapat pendidikan iman yang cukup dari orang tuanya serta wawasan yang ia punya pun cukup luas dan beragam. Hal ini tidak terlepas dari peranan orang tuanya yang gigih tanpa henti memberi yang terbaik bagi dia. Ia selalu menyempat kan membaca koran yang ayahnya punya sebelum koran-koran itu di jual dan di antarnya kerumah-rumah.
                Sampai suatu saat kejadian yang hampir membunuh iya dan keluarganya itu terjadi. Sebuah kebakaran yang besar terjadi di daerahnya dan melahap habis seluruh harta benda dan sumber mata pencarian keluarganya. Tidak sampai di situ saja ayah dan ibu kalil yang tidak sempat meloloskan diri karena harus mendahulukan kalil yang tertinggal didalam, mengakibatkan mereka harus dirawat secara intensif di rumah sakit. Namun apa daya setelah dokter telah berusaha dengan maksimal, kedua  orang tua kalil akhirnya menutup mata mereka dan kata yang di sampaikan terakhir kali adalah “Nak Jaga Dirimu Baik-baik Maaf Kami Tidak Bisa Merawat Dengan Baik Dan Percayalah Bahwa Allah Selalu ada”. Kalil yang berlinang air mata mengucap dengan keras “Jangan Tinggalin Saya Bu,,,,,, Pak,,,,,,, Kalil janji Kalil Bakal Jadi Anak Yang Baik Dan Nurut Sama Ibu Dan Bapak Tolong Jangan Tinggalin Kalil Sendiri” dan mereka hanya membalas dengan senyum sambil  menutup mata mereka untuk benar-benar meninggalkan kalil kecil hidup sendiri di dunia yang kejam ini.
                Cobaan untuk kalil tidak berhenti begitu saja, ternyata bapaknya meninggalkan hutang untuk modalnya saat berdagang koran ketika dahulu pada agen yang lebih besar. Dengan terpaksa kalil harus melanjutkan usaha dari bapaknya itu. Kalil kecil dengan segala keterbatasan fisik yang ia miliki tidak benar-benar menyerah. Sejak saat fajar terbit hingga datangnya sang bulan dan terus menerus seperti itu, ia tak henti jajakan korannya dengan menggunakan sebuah sepeda khusus yang di buatkan oleh ayahnya ketika ia genap berumur 9th. Lapar haus tak pernah ia terlalu hiraukan bahkan ia pernah tidak makan selama seharian penuh dan hanya minum air keran yang ada di masjid tempat daerahnya. Karena memang bayaran yang diperolehnya tidak seberapa serta dipotong dengan hutang yang ada dan pembayaran yang di lakukan itu seminggu sekali. Uang yang ia peroleh sebagian di tabung dan sebagian ia gunakan untuk keperluanya.     
                Hampir 3 tahun sudah ia menjalani kehidupannya seperti ini, saat kalil mengira kehidupannya hampir benar-benar akan membaik ternyata allah berkata lain. Rudus (Rumah Kardus) yang ia tinggali ternyata di gusur oleh Satpol PP dan ia di jaring serta di bawa dengan paksa karena dianggap sebagai Gepeng. Bukannya dibina atau dipelihara ternyata kalil diperlakukan tidak semena-mena oleh oknum tersebut. Kalil dibawa pergi oleh oknum itu dan ditelantarkan begitu saja di tengah jalan dengan berbekal uang sebesar Rp 30.000, kalil yang tak mampu melawan dan hanya bisa pasrah menerima. Kalil yang tak mampu berjalan terlalu jauh hanya dapat berhenti disebuah jembatan sambil berdoa kepada allah “ ya allah apakah ini takdir mu? Jika ia kuat kan lah aku dan segera beri aku sebuah pertolongan, aku tidak ingin menjadi hambamu yang takabur ikhlas kan lah hati ku”. Saat tubuh kalil sudah tidak kuat akhirnya ia terbaring di jembatan tersebut. Namun sepertinya allah menjawab doa yang di panjatkan oleh kalil, ia tersadar sedang berbaring disebuah ruangan yang cukup besar. Kalil berkata “dimana aku? Apakah aku sudah mati?” tiba-tiba terdengar suara laki-laki dari sebelah tubuh kalil dan berkata “oh sudah bangun kamu nak, tadi saya temukan kamu dipinggir jalan pingsan ini minum dulu(sambil tersenyum)”. Ternyata kalil ditemukan oleh seorang uztad di salah satu pondok pesantren di daerah tersebut.
                Hari-hari makin membaik bagi kalil yang sekarang tinggal di sebuah pesantren itu. Sekarang ia  menjadi tenaga pengajar di podok pesantren itu. Sekarang umur kalil 27 tahun dan itu adalah usia yang sangat ideal untuk menikah. Sampai suatu saat di senja hari, uztad yang telah merawatnya itu bercanda ringan dengan kalil “kira-kira kamu mau nikah kapan lil?” teman seperguruan kalil yang ikut berbicara pun memotong pertanyaan “hehehe buka maksud menghina ni ya lili, tapi siapa yang mau sama kamu coba” kalil hanya dingin dan senyum menjawab semua pertanyaan itu “tenang saja, aku percaya ko kalau allah udah nyiapin buat aku segalanya”. Teman kolil kembali bertanya “apakah bakalan punya keturunan kamu?” kalil kembali menjawab dengan nada ringan “insya allah ada, jika allah mengijinkan karena saya percaya allah ngasih yang terbaik bagi saya”.
                Tak disangka dua bulan setelah obrolan tersebut kalil menikah dengan salah satu santri yang ternyata salah satu dari anak pak uztad yang mau menerima dengan segala keterbatasan dan kelebihan yang ada. Dan sekali lagi allah menjawab doa hambanya yang sabar dan percaya, kalil diberkahi dengan 4 insan kecil. Sungguh bahagia apa yang di alami oleh kalil.
                *begitu banyak pesan yang dapat diambil namun ada satu kalimat yang paling utama yaitu “Dua kunci utama keberhasilan: 1.Percaya kepada Tuhan 2.Percaya kepada dirimu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar